Apa Itu Tulede?
Selasa, 27 Februari 2018
Tambah Komentar
Di kota-kota besar, tahun baru tradisional identik dengan perayaan yang penuh dengan peniupan terompet, kembang api, pesta musik, atau makan-makan. Di mana-mana akan ramai sampai jalanan macet, karena semua orang berhambur untuk berlibur. Di social media pun tak Kalah HEBOH, postingan TENTANG Tahun Baru Mulai dari Resolusi Sampai momen Perayaan Ramai di- meng-upload .
Dari berbagai momen tahun baru yang pernah saya lewati, yang paling berarti dan membekas adalah perayaan tahun baru di Pulau Tagulandang (Sulawesi Utara). Saat lonceng ke-100 di gereja berbunyi, maka tahun baru resmi buka. Pada saat itu, masyarakat bersalam-salaman, untuk saling memaafkan atas apa yang sudah terjadi di tahun yang telah lalu. Mengingatkan pada hari raya Idul Fitri bagi umat muslim.
Nah, setelah tanggal 1 Januari datang, masyarakat selanjutnya mengadakan upacara adat Tulude. Upacara adat untuk menyambut tahun baru yang biasa dilakoni masyarakat Sangihe Talaud (Ujung Utara Provinsi Sulawesi Utara). Ritual Upacara dilakukan atas masyarakat, baik dilakukan tiap RT, RW, kampung, atau per kecamatan. Pelaksanaan bisa dilakukan sepanjang bulan Januari sampai Februari.
Tulude adalah tradisi yang kental dengan sebuah budaya leluhur yang agung. Mengandung unsur spiritual dan bukan simpati spontan yang hedonis dan berujung pada kenikmatan belaka. Tulude berasal dari kata 'suhude' (bahasa Sangir) yang berarti menolak atau mendorong. Lebih jauh, upacara Tulude tayang masyarakat untuk menolak terus tergantung pada apa-apa yang terjadi pada masa lalu, untuk kemudian siap menyongsong tahun yang baru. Kalau orang sekarang, Tulude itu bisa dipadankan dengan istilah move on, merelakan semua hal di masa lalu. Ya, langkah di tahun baru akan lebih ringan tanpa bayangan masa lalu ini.
Beruntung saat di Pulau Tagulandang saya berkesempatan melihat sendiri acara Tulude dalam berbagai versi. Salah satunya adalah pesta adat Tulude yang diadakan di Kelurahan Bahoi. Saat itu, acara bertema 'Melestarikan budaya adat adalah aktualisasi kepribadian bangsa yang bermartabat' (13/12/2015). Meski hanya tingkat kelurahan, namun Bupati Kabupaten Sitaro, Toni Supit dan Istrinya turut hadir memeriahkan acara.
Acara dimulai dengan penyambutan baru bupati dan rombongan oleh tetuah adat istiadat diiringi tarian budaya. Dilanjutkan dengan prosesi Muhiang Sake , pemotongan kue adat Tamo (Manuwang Kalu Tamo), pembawaan ucapan oleh tokoh adat (Manahulending Wanua), Sasasa , dan Saliwang Wanua yang berlangsung dalam bahasa etnis Sangihe dengan dialeg sub etnis Tagulandang. Meski saya tidak bisa mengerti karena bahasa yang digunakan berbeda dari percakapan sehari-hari, saya sangat dibuat kagum oleh kekhasan budaya indonesia yang satu ini. Yang saya tahu, inti dari semua prosesi adalah ucapan syukur dan salam pada Tuhan untuk diberikan sekaligus pertolongan.
Rangkaian acara Tulude tidak berhenti di malam itu. Melainkan dilanjutkan di malam berikutnya yaitu acara menari empat lapisan (tari berpasangan dua orang-dua orang) semalam suntuk. Tarian ini dilakukan sebagai wujud suka cita masyarakat untuk menyambut tahun baru. Bergantung dengan Kampung Bahoi, acara Tulude di Kampung Bawoleu lebih praktis pelaksanaannya. Masyarakat Bawoleu lebih menekankan pada ibadah syukur yang digelar mulai dari tingkat lindongan (lingkungan), jemaat-jemaat, organisasi, dan kelompok masyarakat lainnya.
Dari hasil upacara adat Tulude di Pulau Tagulandang, yang jelas masyarakat pulau mengerti makna baru. Mereka memahami tahun yang telah berlalu telah menjadi masa lalu. Pahit manisnya, tetap harus disyukuri sehingga kita tidak perlu menenggok lagi ke belakang. Untuk kemudian bisa ringan untuk berpindah atau pindah ke ke tahun yang baru.
Dari berbagai momen tahun baru yang pernah saya lewati, yang paling berarti dan membekas adalah perayaan tahun baru di Pulau Tagulandang (Sulawesi Utara). Saat lonceng ke-100 di gereja berbunyi, maka tahun baru resmi buka. Pada saat itu, masyarakat bersalam-salaman, untuk saling memaafkan atas apa yang sudah terjadi di tahun yang telah lalu. Mengingatkan pada hari raya Idul Fitri bagi umat muslim.
Nah, setelah tanggal 1 Januari datang, masyarakat selanjutnya mengadakan upacara adat Tulude. Upacara adat untuk menyambut tahun baru yang biasa dilakoni masyarakat Sangihe Talaud (Ujung Utara Provinsi Sulawesi Utara). Ritual Upacara dilakukan atas masyarakat, baik dilakukan tiap RT, RW, kampung, atau per kecamatan. Pelaksanaan bisa dilakukan sepanjang bulan Januari sampai Februari.
Tulude adalah tradisi yang kental dengan sebuah budaya leluhur yang agung. Mengandung unsur spiritual dan bukan simpati spontan yang hedonis dan berujung pada kenikmatan belaka. Tulude berasal dari kata 'suhude' (bahasa Sangir) yang berarti menolak atau mendorong. Lebih jauh, upacara Tulude tayang masyarakat untuk menolak terus tergantung pada apa-apa yang terjadi pada masa lalu, untuk kemudian siap menyongsong tahun yang baru. Kalau orang sekarang, Tulude itu bisa dipadankan dengan istilah move on, merelakan semua hal di masa lalu. Ya, langkah di tahun baru akan lebih ringan tanpa bayangan masa lalu ini.
Beruntung saat di Pulau Tagulandang saya berkesempatan melihat sendiri acara Tulude dalam berbagai versi. Salah satunya adalah pesta adat Tulude yang diadakan di Kelurahan Bahoi. Saat itu, acara bertema 'Melestarikan budaya adat adalah aktualisasi kepribadian bangsa yang bermartabat' (13/12/2015). Meski hanya tingkat kelurahan, namun Bupati Kabupaten Sitaro, Toni Supit dan Istrinya turut hadir memeriahkan acara.
Acara dimulai dengan penyambutan baru bupati dan rombongan oleh tetuah adat istiadat diiringi tarian budaya. Dilanjutkan dengan prosesi Muhiang Sake , pemotongan kue adat Tamo (Manuwang Kalu Tamo), pembawaan ucapan oleh tokoh adat (Manahulending Wanua), Sasasa , dan Saliwang Wanua yang berlangsung dalam bahasa etnis Sangihe dengan dialeg sub etnis Tagulandang. Meski saya tidak bisa mengerti karena bahasa yang digunakan berbeda dari percakapan sehari-hari, saya sangat dibuat kagum oleh kekhasan budaya indonesia yang satu ini. Yang saya tahu, inti dari semua prosesi adalah ucapan syukur dan salam pada Tuhan untuk diberikan sekaligus pertolongan.
Rangkaian acara Tulude tidak berhenti di malam itu. Melainkan dilanjutkan di malam berikutnya yaitu acara menari empat lapisan (tari berpasangan dua orang-dua orang) semalam suntuk. Tarian ini dilakukan sebagai wujud suka cita masyarakat untuk menyambut tahun baru. Bergantung dengan Kampung Bahoi, acara Tulude di Kampung Bawoleu lebih praktis pelaksanaannya. Masyarakat Bawoleu lebih menekankan pada ibadah syukur yang digelar mulai dari tingkat lindongan (lingkungan), jemaat-jemaat, organisasi, dan kelompok masyarakat lainnya.
Dari hasil upacara adat Tulude di Pulau Tagulandang, yang jelas masyarakat pulau mengerti makna baru. Mereka memahami tahun yang telah berlalu telah menjadi masa lalu. Pahit manisnya, tetap harus disyukuri sehingga kita tidak perlu menenggok lagi ke belakang. Untuk kemudian bisa ringan untuk berpindah atau pindah ke ke tahun yang baru.
Belum ada Komentar untuk "Apa Itu Tulede?"
Posting Komentar